Saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berupaya untuk mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan dan memperluas cakupan layanan kesehatan bagi warga miskin, BPJS Kesehatan justru mempersulitnya dengan menerbitkan peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014.
Dalam aturan itu, BPJS Kesehatan mensyaratkan bagi peserta yang baru mendaftar harus memiliki rekening Bank Mandiri, BNI, dan BRI. Kemudian, layanan kesehatan baru bisa digunakan warga setelah tujuh hari terdaftar secara resmi sebagai peserta BPJS kesehatan. Parahnya lagi, pendaftar harus mendaftarkan seluruh anggota keluarga secara sekaligus sesuai dengan Kartu Keluarga (KK), serta harus memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik.
“Bukannya fokus memperbaiki pelayanan yang masih buruk, malah mempersulit masyarakat seperti ini. Kita minta peraturan ini dicabut, karena sudah menghalangi hak konstitusional warga negara,” kata Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar kepada Harian Terbit di Jakarta, Minggu (2/11/2014).
Menurut dia, tidak semua masyarakat mampu membayar iuran untuk satu keluarga sekaligus sesuai yang ada di Kartu Keluarga (KK). Tak hanya itu, waktu tunggu selama tujuh hari untuk dapat menggunakan kartu juga bertentangan dengan janji mantan Presiden SBY dan pemerintahan Jokowi-JK.
Tanpa Sosialisasi
Ketua Yayasan Pemberdayaan Kesehatan Konsumen Indonesia (YPKKI), Marius Widjajarta, mengatakan, keberadaan BPJS Kesehatan memang untuk memastikan masyarakat Indonesia yang sakit menjadi sehat, jadi tidak perlu khawatir jika warga yang mendaftar adalah orang yang sedang sakit dan membutuhkan pelayanan kesehatan.
“Ini arogansi BPJS Kesehatan. Sangat bertentangan dengan niat awal dibentuknya UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,” tegasnya. Ia juga mempertanyakan sosialisasi yang tidak berjalan sebelum peraturan ini berlaku per 1 November 2014. “Sosialisasi saja tidak ada,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Hospital and Clinic Watch (Inhotch), Fikri Suadu, mendesak Presiden Jokowi untuk mengganti direksi BPJS Kesehatan karena tidak memiliki hati nurani dengan dikeluarkannya peraturan tersebut. “11 bulan berjalan, BPJS Kesehatan selalu penuh kritik dan keluhan dari masyarakat. Isi kepala direksi BPJS Kesehatan hanya mencari laba atau keuntungan dan selalu menuntut kewajiban peserta, bukannya justru memperbaiki dulu kinerjanya,” tandasnya.
Peneliti Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia (UI), Prof Hasbullah Thabrany, menambahkan, peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014 bukan bersifat jaminan sosial, tapi lebih mirip dengan peraturan kepesertaan asuransi komersial. Konsep dasar Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), adalah pemenuhan hak rakyat, bukan penjualan asuransi kepada rakyat.
Tak hanya itu, kata dia, peraturan ini juga melanggar hak konstitusional warga mengingat dalam hukum asuransi komersial, jaminan segera berlaku setelah seseorang membayar iuran. “Ini pelanggaran, bisa dituntut BPJS Kesehatan nanti,” tandasnya.
Tidak Koordinasi
Dihubungi terpisah, Dirjen Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Akmal Taher, mengaku kaget dengan adanya peraturan tersebut dan tidak membenarkan peraturan itu dibuat. “Tidak bisa begitu (peraturan baru BPJS Kesehatan), sangat tidak tepat,” tegasnya.
Akmal menyatakan, pihak Kemenkes tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan peraturan tersebut. Jika dilibatkan, dirinya mengaku tidak akan setuju. “Tidak pernah ada pembahasan (dengan BPJS Kesehatan),” tuturnya. Ia mengaku, akan mempertanyakan peraturan ini kepada direksi BPJS Kesehatan. “Saya belum bisa berkomentar banyak, besok pagi (Senin), saya akan lihat peraturan itu,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi, mengatakan, peraturan ini bertujuan agar masyarakat tertib administrasi perihal kewajiban calon peserta untuk memiliki e-KTP. Sedangkan syarat harus memiliki rekening bank principal, kata dia, agar memudahkan warga membayar iuran bulanan. “Ini semua untuk kemudahan masyarakat dan mengajarkannya agar tertib administrasi,” kilahnya.
Sementara terkait penggunaan kartu setelah tujuh hari terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, jelas dia, agar setiap masyarakat mempersiapkan diri sebelum jatuh sakit. “Sekarang kan orang daftar kalau sakit saja. Kita ajarkan agar mereka mempersiapkan dirinya sebelum sakit dengan mendaftar BPJS Kesehatan,” kata dia.
Irfan juga mengaku, sudah mensosialisasikan kebijakan baru ini sejak Oktober 2014 dan meminta setiap cabang BPJS Kesehatan daerah untuk memberitahukannya kepada masyarakat. “Sudah (sosialisasi), kan pembahasan sejak bulan Oktober,” ujarnya.
(harianterbit)